Sesungguhnya Film Horor Itu Tidak Seram! Kalau Kamu Tahu Teori Ini

Perasaan ketakutan yang timbul ketika menonton film horor itu bisa dilawan asalkan kamu tahu teori bagaimana sebuah jumpscare disajikan.

Rasa takut adalah bentuk emosi yang manusiawi dan merupakan penanda kalau kita masih tetap manusia. Kita bukanlah sosok Endless di komik besutan Neil Gaiman yang tidak memiliki rasa takut atau bahkan menjadi rasa takut itu sendiri. Kita adalah manusia, yang terkadang sudah berumur sehingga bisa disebut sebagai bapak-bapak atau bahasa zaman now-nya, bapac-bapac.

Ketika kita sudah berumur, terkadang kita memiliki batasan sendiri yang tidak bisa kita lewati dengan mudah. Dalam kasus saya adalah film horor, apa pun itu bentuk dan levelnya. Perasaan ketakutan yang timbul ketika menonton film horor, membuat nyeri ulu hati hingga ke ubun-ubun. Mungkin hal inilah yang menyebabkan rambut saya mengalami kerontokan; kalau tidak mau disebut botak.

Bertahun-tahun saya bekerja sebagai pengulas film baik secara resmi maupun tidak. Bertahun-tahun pula saya diteror oleh penyelenggara film di Indonesia melalui undangan-undangan film horor mereka. Padahal saya pernah berpesan kalau saya tidak menyukai film horor, tapi mereka malah semakin bersemangat mengundang saya ke setiap film horor yang mereka rilis.

Pada akhirnya timbul pikiran untuk menaklukkan rasa takut saya dengan cara apa pun. Setelah mendapatkan pencerahan dari berbagai sumber, akhirnya saya bisa mengurangi rasa takut saya pada film horor dengan cara bersahabat dengan film horor itu sendiri. Bersahabat di sini bukan dengan cara bertapa di kuburan atau berkenalan dengan makhluk supranatural ya, melainkan mencoba memahami hal-hal yang menjadikan sebuah film horor itu menakutkan.

Setelah mengarungi tujuh lautan, intinya saya menemukan kalau film horor itu seram karena serangan jumpscare. Jadi, untuk mengurangi rasa takut pada film horor, kita harus tahu di mana sebuah jumpscare diletakan oleh sang sineas.

Di mana sebuah jumpscare biasanya diletakan oleh sineas film horor? Secara umum, mereka mengikuti beberapa teori film horor. Apa saja teorinya? Bagaimana cara teori tersebut bekerja? Mari kita kupas teori-teori tersebut supaya rasa takut berkurang saat jumpscare tiba menyergap.

Breadcrumb

Breadcrumb adalah sebuah petunjuk yang memperlihatkan kalau sebuah jumpscare segera terjadi. Petunjuk ini tampil sebagai sebuah perubahan suasana, baik kecil ataupun besar.

Contoh: Musik yang mengiringi tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan, suara latar yang mendadak hening, munculnya suara-suara aneh, sorotan kamera ke arah yang tidak lazim, dan banyak lagi. Pokoknya petunjuk-petunjuk ini biasanya akan menciptakan unsettling moment yang bikin penonton berpikir, “kok perasaan gue enggak enak yah?”

Dalam contoh di bawah ini kita disuguhi kemunculan Valak di The Conjuring 2. Sang anak yang menunjuk ke arah Valak adalah sebuah breadcrumb yang sangat jelas. Akhirnya Lorraine Warren pun mendekati Valak secara suka atau tidak suka, bukan malah menjauhinya.

Breadcrumb menjadi sebuah penanda kalau hantu, monster, demon, bebegig, atau apa pun yang menjadi musuh karakter utama bakal muncul sebentar lagi. Pada saat inilah sang pembuat film membangun momen hingga kita bisa melihat petunjuk yang kedua yang biasa disebut sebagai buildup.

Buildup

Kalau breadcrumb merupakan sebuah petunjuk, maka buildup adalah tahapan membangun antisipasi dan atmosfer kengerian. Suara yang semula pelan berubah menjadi semakin lirih, suara musik naik dengan cepat, beberapa objek yang semula tidak terlihat menjadi terlihat jelas, dan masih banyak lagi.

Konon, Alfred Hitchcock mengatakan:

“Momen yang paling menakutkan adalah ketika sebuah senjata ditodongkan. Tapi ketika senjata ditembakkan, maka ketakutan itu akan lenyap.”

Penantian atau antisipasi sesaat sebelum senjata ditembakkan itu yang menjadi analogi paling sempurna dari buildup.

Pada contoh sound di bawah ini kita bakal mendengarkan bagaimana sebuah kengerian dibangkitkan dari suara yang timbul sebelum momen-momen penting atau jumpscare.

Ketika buildup berlangsung, semua rasa takut dibangun hingga hampir mencapai puncaknya. Kalau saya mencapai momen ini, saya biasanya mulai memicingkan mata berharap sebuah jumpscare akan muncul di sini. Tapi saya tahu, biasanya para sineas punya taktik lain lagi yang biasanya mereka gunakan.

Misdirection

Misdirection adalah sebuah metode untuk mengalihkan penonton dari lokasi atau tempat munculnya jumpscare. Biasanya sang sineas akan menunjukkan sebuah titik atau sebuah objek yang menarik atau aneh dan tidak lazim, tapi ternyata jumpscare-nya muncul dari tempat lain.

The Girl & The Chair di bawah ini bisa menjadi contoh paling mudah dari misdirection.

Misdirection ini memberikan kesan bahwa jumpscare sang sineas tidak mudah diprediksi. Tapi terkadang beberapa sineas melakukan double misdirection atau malah langsung memunculkan sebuah jumpscare tanpa memberikan pengalihan apa pun.

Limited View

Selain breadcrumb dan misdirection, para sineas juga kerap memberi batasan pada sudut pandang penonton untuk memberikan kesan yang mengganggu atau unsettling moment.

Dengan memberikan sudut pandang yang terbatas, kita jadi fokus pada apa yang berada di tengah kamera. Padahal jumpscare sudah menunggumu di pojok-pojok layar. Beberapa pembatasan ini berlangsung dengan cepat sehingga kita tidak sadar atau berlangsung lama sekali hingga kita merasa tidak nyaman atau aneh.

Sting

Sting merupakan suara yang digunakan oleh sineas ketika jumpscare muncul di layar. Sting ini biasanya berupa suara keras yang menakutkan atau bikin kaget.

Kalau kita sudah mencapai bagian sting, ada kemungkinan besar kita sudah berhasil melewati sebuah jumpscare di sebuah film. Tapi terkadang beberapa sineas menyisipkan dua buah jumpscare yang berbeda dan menjadikan jumpscare yang pertama sebagai misdirection, atau jumpscare yang kedua sebagai threat.

Kalau sudah begini, yang bisa saya lakukan hanyalah berdoa dan berharap tidak ada lagi jumpscare lain sepanjang film. Kalau ternyata durasi film baru berjalan setengahnya, itu artinya kemungkinan besar doa saya tidak akan terkabul.

Sebenarnya bagian Sting merupakan penutup dari sebuah jumpscare, tetapi Prof. Rebekah McKendry dari USC School of Cinematic Arts memberikan satu komponen lagi yang bernama threat.

Threat

Threat merupakan sebuah jumpscare yang memanfaatkan sting atau komponen lainnya, tapi tidak memunculkan jumpscare sungguhan. Sebuah threat bisa saja terjadi dari hal-hal sederhana, seperti: Bersenggolan dengan orang lain atau suara bel pintu yang dipukul sangat keras.

Threat yang sukses adalah sebuah threat yang digunakan oleh seorang sineas untuk memajukan plot. Beberapa threat timbul begitu saja sebagai jumpscare tambahan di dalam sebuah film.

Komponen threat biasanya sulit dideteksi oleh penonton, karena saya biasa terkena bagian ini tanpa bisa mempersiapkan diri sama sekali.

Nah, setelah memahami semua komponen di atas, kita jadi tahu kapan dan di mana sebuah jumpscare akan muncul. Biasanya sih saya memasang ekspresi setenang mungkin ketika menyaksikan satu persatu komponen tersebut dimunculkan; padahal di dalam hati saya sudah mengucapkan berbagai sumpah-serapah dan makian pada sang pembuat film.

Terkadang, saya sengaja duduk di baris depan sendirian. Harapannya sih supaya saya tidak ketahuan kalau sedang menutupi mata dengan leher kaos yang lumayan longgar.

Satu kejadian paling seru itu adalah ketika saya duduk dengan seorang insan sinema yang sama-sama gampang takut. Niscaya satu bioskop akan mendengarkan jeritan kita berdua layaknya menyaksikan sebuah video live reaction. Hidup itu keras mas! Tapi jauh lebih keras jeritan kita di dalam bioskop saat menyaksikan film Conjuring sih.

Teman saya pernah bilang kalau film Thailand jauh lebih seram ketimbang film barat. Kalau menurut saya, pembanding-bandingan itu tidak perlu. Sebab film horor apa pun yang saya tonton, tetap saja akan berakhir dengan jeritan keras yang memendekkan umur pita suara saya.

Jadi lebih baik saya tidak menonton film horor, kecuali saya mendapat undangan khusus dari penyelenggara film di Indonesia.

More Stories
kisah hidup uchiha itachi
Kisah Hidup Itachi, Bantai Klan Uchiha hingga Gabung ke Akatsuki